Gandharva, Apsara dan Kinnara, Bhuta, Kala, dan Raksasa


Di dalam Veda, Gandharva disebut Visvavasu (Rgveda X.86.36, X.139.5) atau Vayukesa (Rgveda III.38.6). Tempat tinggalnya adalah di angkasa atau di air Sorga, mahluk sorga, disebut juga sebagai tabib kahyangan. Tugasnya yang istimewa adalah menjaga Soma (Rgveda IX.85.4 dan 12). Menurut kitab-kitab itihasa, Gandharva adalah group pemusik dan penyanyi kahyangan bersama-sama dengan Apsara. Menurut Bhagavata Purana, raja tertinggi para Gandharva adalah Citaratha. Gandharva adalah putra-putra Prajapati atau Brahma (Manavadharmasastra 1.37).

OGOH-OGOH KETIMUN MAS

Ogoh-ogoh Hari Raya Nyepi di Serang Banten

Apsara atau Apsari, artinya yang berjalan di atas air, antara mendung dan hujan, adalah wanita-wanita sorga yang sekali-sekali mengunjungi bumi dan dapat berubah wujud sesuai yang dikehendaki, umumnya sangat senang dengan air, sungai atau danau. Mereka adalah para istri dari para Gandharva. Apsara yang terkenal muncul pada saat pemuteran lautan susu, sewaktu para Dewa dan Raksasa mencari Amrtha adalah Rambha. Dewa Indra adalah pemimpin tertinggi para Apsara, oleh karena itu disebut Apsarapati. Apsara juga disebut Devastri.

Di dalam Itihasa dan Purana kita temukan banyak informasi tentang mahluk-mahluk sorga ini. Para Apsara juga disebut Vidyadhara atau Vidyadhari, pada umumnya bertugas menggoda para tapa (pertapaan manusia atau para rsi).

Kinnara adalah group dewa-dewa sebagai penari dan pemusik di kahyangan. Kinnara ini digambarkan memegang Vina, sejenis gitar di tangannya (Agni Purana, XV). Secara jasmaniah digambarkan sebagai kuda berkepala manusia. Di dalam relief candi-candi seperti candi Prambanan, Jawa Tengah atau Jawa Timur, kita temukan relief Kinnara berupa burung berkepala manusia, sebagai wujud dari Kinnara.

Bermacam-macam arti kata Bhuta, diantaranya yang terjadi, yang lalu, element dari alam semesta (Panca Maha Bhuta), juga berarti hantu, mahluk gaib yang mengganggu manusia, roh orang yang meninggal (tersesat menjadi Bhuta). Bhutaghna artinya menghancurkan kekuatan jahat atau negatif. Bhutayajna adalah upacara berupa pemberian manakan ditujukan kepada seluruh mahluk ciptaan-Nya.

Bila kita melihat kronologis Veda dan susastra Veda, maka kita akan melihat perkembangan upacara Panca Yajna, khususnya rumusan Bhutayajna dari kitab-kitab yang tertua sampai yang lebih muda ditulis di Jawa, sebagai berikut :

  1. Sathapatha Brahmana (XI.5.6.1) yang merupakan kitab Brahmana dari Rgveda merumuskan sebagai berikut; Bhuta Yajna, persembahan rutin kepada para Bhuta, mahluk ciptaan-Nya.
  2. Manavadharmasastra III.70 yang merupakan kompedium hukum Hindu merumuskan sebagai berikut: Bhuta Yajna, yaitu menyelenggarakan upacara Bali kepada para Bhuta.
  3. Manavadharmasastra III.74 merumuskan dalam istilah yang sangat berbeda sebagai berikut; Prahuta, yaitu upacara Bali yang dipersembahkan di atas tanah kepada para Bhuta.
  4. Manavadharmasastra III.81 (juga Yajnavalkyasmrti I.104) merumuskan sebagai berikut ; Bhuta Yajna, yaitu menghaturkan upacara Bali Karma (di Bali berubah menjadi Walikrama) kepada para Bhuta.

Selanjutnya sumber-sumber berbahasa Jawa Kuno yang menguraikan rumusan tentang Panca Yajna antara lain; Koravasrama dan Agastyaparva yang masing-masing merumuskan sebagai berikut :

  1. Koravasrama; Bhuta Yajna yaitu mempersembahkan puja dan caru
  2. Agastyaparva; Bhuta Yajna yaitu upcara mensejahterakan tumbuh-tumbuhan, bumi dan bulan. Persembahan berupa caru (Tawur) dan Pancawalikrama.

Butha sering disebut bersamaan dengan Kala, karena itu kita mengenal istilah Bhutakala. Kata Kala artinya hitam, hitam-biru (hitam kebiru-biruan, nama lain dari Durga (Kali)). Bhutakala digambarkan bermacam-macam wujudnya dan sangat mengerikan, suka mengganggu kehidupan manusia. Bermacam-macam nama Bhutakala kita temukan di Bali, misalnya Bhutakapiragan, Bhuta Kilang-Kilung, Bhuta Cuil, dan lainnya. Pemimpin para Bhuta atau Kala adalah Ganesa, sebagai Vighna-ghna atau Vighnesvara, sedang Siva disebut Bhutanatha, raja dari segenap Bhuta dan Kala. Upacara Bhutayajna bermakna memohon kepada Sang Hyang Siva, Durga atau Ganesa supaya tidak mengganggu kehidupan umat manusia.

Raksasa adalah mahluk yang jahat. Raksasa artinya penjaga, juga berarti yang jahat, merupakan salah satu keturunan Prajapati atau Brahma. Mahluk kanibal, pemakan manusia, suka keluar malam, membikin gaduh dan kehancuran. Mereka memperoleh kesaktian dari Dewi Parvati. Raksasa dapat berubah wujud sesuai dengan keinginannya, kadang-kadang sebagai manusia, kuda, kerbau atau harimau. Raksasa yang sangat jahat disebut  juga Paisaca. Diantara para raksasa itu yang terkenal adalah Ravana yang meculik Dewi Sita dalam Ramayana. Kitab Suci Bhagavadgita, Sri Krsna menjelaskan bahwa ada dua sifat yang mempengaruhi umat manusia, yaitu sifat kedewataan (Daivi Sampat) dan sifat keraksasaan (Asuri Sampat) atau sifat baik dan buruk.

UMAT HINDU

Umat Hindu Indonesia

Sadar terhadap ajaran ini, seseorang hendaknya menghindarkan diri dari pengaruh keraksasaan itu. Idealnya umat manusia (para Manava) meningkat menjadi Devata (Devasya, memiliki sifat dewa), menjadi Madhava (yang ramah, manis, arif dan jujur), tidak sebaliknya jatuh menjadi Danava. yaitu raksasa yang menghancurkan moral, etika dan spiritual. Upacara-upacara Sarira Samskara yang di Bali dikenal dengan nama Manusayajna, hakekatnya adalah untuk menyucikan diri pribadi manusia, sifat kedewataan benar-benar mengejawantah dalam hidupnya.

Sumber bacaan buku Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu oleh DR. I Made Titib.  Mari membaca dan mendapatkan ilmu pengetahuan tentang Hindu dengan benar melalui Sastra, bukan melalui sinetron-sinetron di televisi. (RANBB)

2 responses

  1. Bagus nieh,,, blog nya bli,,
    Boleh boleh minta tolong pencerahannya? bagaimana biar ada like FB di blog kita bli..
    Suksma nggih

    Like

    1. Kalo WP otomatis ada icon nya, kalo Blogspot … ditutorial google banyak nike…

      Like

G U E S T B O O K H E R E !!!